Mojokerto – Pemerintah tak kunjung tuntas mengatasi bencana banjir dan tanah longsor yang setiap tahun melanda Kabupaten Mojokerto. Ada 10 kecamatan yang menjadi langganan kedua bencana tersebut setiap musim hujan tiba.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Mojokerto M Zaini mengatakan, wilayah yang menjadi langganan banjir dan tanah longsor meliputi Kecamatan Mojoanyar, Puri, Mojosari, Dawarblandong, Ngoro, Pungging, Jatirejo, Gondang, Pacet dan Trawas.
“Peta wilayah rawan banjir dan longsor masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Zaini saat dihubungi detikcom, Rabu (22/11/2017).
Zaini menjelaskan, wilayah Mojoanyar menjadi langgganan banjir lantaran berada di aliran Sungai Sadar yang kerap meluap saat intensitas hujan tinggi. Sungai yang mengalir ke Kali Porong ini mengalami pendangkalan.
Banjir pun sudah menjadi langganan bagi penduduk Desa Gebangmalang, Kwedenkembar, Sememi dan Kepuhanyar. Begitu juga Desa Kedunggempol dan Gembongan di Mojosari yang bernasib sama.
“Kondisinya tidak berubah (menjadi langganan banjir) karena normalisasi Sungai Sadar sampai sekarang belum jalan,” ujarnya.
Luapan Kali Lamong yang mengalami pendangkalan juga kerap kali membuat berapa desa di Kecamatan Dawarblandong terendam banjir. Sementara di wilayah Puri, Ngoro dan Pungging, banjir dipicu drainase yang tak memadai serta kondisi sungai tanpa tanggul.
“Di Ngoro dan Pungging banjir sering melanda jalur Mojokerto-Pasuruan. Akibat hujan lebat, sementara drainase tak mampu membuang air sehingga meluber,” terang Zaini.
Selain banjir, tanah longsor juga mengancam keselamatan warga di 5 kecamatan yang terletak di lereng pegunungan. Mulai dari wilayah Gondang dan Jatirejo di lereng Pegunungan Anjasmoro, Pacet di lereng Gunung Welirang hingga Trawas dan Ngoro di lereng Gunung Penanggungan.
Penyebab utama bencana ini, lanjut Zaini, adalah berkurangnya vegetasi penguat tebing. Menurut dia, setiap hektare kawasan terjal, minimal harus ditumbuhi pepohonan dengan diameter 30-40 cm. Jika pepohonan lebih kecil dari itu, maka dibutuhkan 1.000 pohon per hektare sebagai pengikat tanah.
“Tanaman di bawah tegakan sudah berkurang jauh. Kondisi saat ini sudah berkurang sekitar 20 persen, mau tak mau harus reboisasi,” ungkapnya.
Ancaman puting beliung, menurut Zaini, juga tak kalah mengkhawatirkan. Angin kencang disertai hujan deras kerap kali merusak bangunan rumah penduduk, fasilitas umum hingga menumbangkan pepohonan.
Musim hujan tahun ini, puting beliung tercatat telah menyapu wilayah Pacet, Mojoanyar dan Trowulan. Selain ketiga kecamatan itu, wilayah Jetis, Kemlagi dan Dawarblandong juga menjadi langganan benca alam yang satu ini.
“Angin kencang tidak bisa dideteksi dini, hanya bisa ditebak arahnya berdasarkan analisa harian BMKG,” tuturnya.
Selama musim hujan, Zaini mengimbau warga selalu waspada terhadap potensi banjir, tanah longsor dan puting beliung. “Utamanya warga di bantaran sungai dan di lereng pegunungan yang rawan banjir dan longsor,” tandasnya.
(fat/fat)