Kabar bohong atau hoax marak berkembang di tengah masyarakat. Terlebih, menjelang kontestasi politik seperti pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Mayoritas hoax dinilai erat kaitannya dengan kepentingan politik kelompok tertentu.
“Dari seluruh hoax yang berkembang, 80 persen bermuatan politis,” ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, dalam diskusi bertajuk “Hoaks Tumbuh Subur, karena Partai Oposisi Tidak Kredibel” di Jakarta, Jumat (9/3).
Perang melawan hoax, menurut Ray, masih berasal dari pemerintah dan partai politik (parpol) pendukung. Sebab, kedua pihak itu yang memang kerap dirugikan dan menjadi sasaran. “Partai oposisi diam saja. Ini yang harus diperhatikan, seharusnya semua melawan (hoax),” tegasnya.
Ray menuturkan, partai-partai oposisi atau yang berada di luar pemerintahan terkesan acuh terhadap hal ini. Meski begitu, dia tak lantas menyebut oposisi berada di belakang maraknya hoax. Bahkan, kata dia, wakil Ketua DPR Fadli Zon yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sempat menjadi korban hoax. “Tapi, enggak mau sama-sama bergandengan tangan melawan hoax,” tuturnya.
Dia menyatakan, semua parpol dan komponen bangsa sepatutnya berkomitmen anti terhadap hoax. “Komitmen parpol itu penting. Mereka harus marah terhadap siapapun yang menggunakan hoax. Ini untuk mempertahankan demokrasi kita,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Indonesian Watch Democracy (IDW), Abi Rekso, mengatakan, fenomena hoax yang beredar di media sosial (medsos) lebih kepada kampanye anti Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Kecenderungannya adalah kampanye anti Jokowi, bukan protes,” kata Abi.
Dia menambahan, tidak ada sisi positif dari suatu hoax. Sebaliknya, konflik horizontal di tengah masyarakat justru berpotensi terjadi jika hoax dan ujaran kebencian dipadukan. Menurutnya, opini publik semestinya diarahkan pada mengkritisi kebijakan Jokowi.
“Misalnya beberapa proyek bermasalah, ada korban jiwa. Kok saya enggak lihat demo ke BUMN, ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera), Kementrian Perhubungan (Kemhub) untuk meminta agar diselesaikan,” imbuhnya.
Source: Berita Satu