SURYA.co.id | SURABAYA – Sidang kasus dugaan pelecehan agama yang menjerat terdakwa Dwi Handoko kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (5/7/2018). Pada sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi sekaligus.
Sidang digelar di Ruang Kartika 2 tersebut, JPU Agung Rohaniawan memeriksa tiga saksi, yakni M. Sudrajat dari kepolisian, Ainul Yaqin saksi ahli dari MUI Jatim, dan Yanto saksi ahli bahasa.
Menurut keterangan saksi Sudrajat, terdakwa ditangkap pada 28 Januari 2018 di frontage Jalan Ahmad Yani, Surabaya dan tak ada perlawanan.
“Kami mendapat laporan dari masyarakat bahwa terdakwa melakukan penistaan agama pada 28 Januari 2018. Dia meng-upload di sosial media Instagram,” terangnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Hisbullah Idris.
Terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya, Fariji, hanya diam termangu menatap kosong saat mendengar pernyataan saksi ahli agama, Ainul Yakin, yang membeberkan bahwa tindakannya ini berpotensi memicu persoalan serius.
“Dari perspektif tulisan yang dibuat terdakwa, lafad ini lafadz jalalah yang dimuliakan. Bagi umat Islam dilecehkan simbol agamanya dan ini menjadi persoalan yang serius,” bebernya.
Ainul Yakin dengan menyebut dalil ayat suci Alquran menambahkan, dalam agama Islam juga tidak boleh melecehkan simbol-simbol agama lain.
“Ini artinya pencegahan itu sudah diatur oleh agama Islam sampai sejauh itu, sehingga apa yang dilakukan terdakwa ini berpotensi merusak keutuhan negara,” lanjut Sekretaris MUI Jatim ini.
Sedang Yanto selaku saksi ahli bahasa menuturkan, terdakwa menggunakan huruf latin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan, arti dajjal adalah sebuah raksasa setan yang muncul saat hari akhir.
“Serta simbol ‘=’, itu artinya sifat dari A dan B itu sama apabila dalam aspek matematika, tentu berlaku dalam tulisan yang dibuat terdakwa,” jelasnya.
Adapun penasehat hukum terdakwa, Fariji, menilai bahwa pembelaan tetap akan dilakukan agar hukumannya tak berat. Pembelaan itu di antaranya dengan menyiapkan psikiater.
“Terdakwa ini sepertinya ada indikasi gangguan pikiran, sehingga kami berupaya membelanya,” katanya.
Terdakwa Dwi meng-upload tulisan yang menyamakan Dajjal dengan Allah SWT dan tulisan Stop Pray to Allah.
Tulisan di blogspotnya itu lalu dipindai dan disebar ke media sosial miliknya, seperti Facebook dan Instagram.
Kemudian pada Januari 2018 lalu, saksi Firman Ismail Manoarfa membuka Facebook miliknya dan saat membuka akun cakhandokoludruk, dia melihat postingan tulisan yang melecehkan Allah SWT itu.
Saksi lalu melapor ke Polres Tanjung Perak dan ditindaklanjuti dengan penangkapan dan penggeledahan.
Jaksa mendakwa Dwi Handoko dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45A Ayat 2 UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama.