Regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disambut beragam. Aturan anyar tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan alias multifinance/leasing membolehkan uang muka alias down payment (DP) sebesar 0%. Aturan ini tertuang dalam POJK Nomor 35/POJK.05/2018.
Yang menarik perhatian pelaku bisnis maupun konsumen industri leasing ini adalah, beleid itu muncul ketika optimisme laju ekonomi 2019 tak segempita yang diinginkan. Dasarnya adalah proyeksi lembaga kredit global Bank Dunia yang mengatakan bahwa tahun ini ekonomi global tak akan sebagus tahun sebelumnya. Lembaga ini pun merevisi angka pertumbuhan menjadi 2,9% dari 3% pada 2018. Memang bukan angka yang besar jika dilihat dalam skala negara. Namun, dalam skala dunia, nilainya bisa mencapai triliunan dolar AS.
Yang menjadi perhatian Bank Dunia terkait perlambatan itu adalah melemahnya aktivitas perdagangan dan manufaktur dunia, masih tingginya ketegangan perdagangan, dan beberapa negara berkembang besar harus menghadapi tekanan pasar keuangan. Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, tekanan itu jelas punya implikasi penting. Manufaktur yang melemah adalah pemicu pelemahan mata uang yang cukup signifkan. Plus, rendahnya harga komoditas mentah, akan menyempurnakan pelemahan tersebut.
Di sisi lain, kebijakan DP 0% seolah diniatkan untuk menomorsatukan manufaktur sebagai tulang punggung ekonomi. Mengingat sektor otomotif nasional adalah salah satu pendukung keberhasilan manufaktur Indonesia tetap berada dalam urutan 5 besar dunia berdasarkan survei IHS Markit, sekaligus juga menjadi indikator bahwa daya beli masyarakat masih tetap kuat.
Namun, bagi pihak yang skeptis, justru keberadaan kebijakan 0% ini menunjukkan bahwa ada yang salah dengan daya beli masyarakat. DP 0% tak lebih dari usaha pemerintah untuk membantu sektor otomotif nasional menghabiskan stok barang di gudang para diler mereka.
Asumsi ini diperkuat data Gaikindo yang mencatat penjualan dari pabrikan ke diler (wholesales) pada periode Januari-Oktober 2018 sebanyak 962.697 unit, atau naik 7,4% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebanyak 896.101 unit. Untuk penjualan dari diler ke konsumen (retail sales) pada periode Januari-Oktober 2018 sebanyak 945.084 unit atau naik 10,4% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebanyak 855.743 unit.
Dengan perbandingan itu saja terlihat masih ada sisa stok barang di gudang diler dengan jumlah belasan ribu unit di penghujung 2018. Padahal, tahun depan pabrikan akan memasukkan model baru dengan jumlah produksi yang tentu bertumbuh positif.
Direktur Utama PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance), Hafid Hadeli, menyatakan bahwa akan menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing perusahaan untuk pemberian DP 0% tersebut. Apalagi dalam aturan itu pelaku usaha yang memberikan harus memiliki kredit macet atau non performing loan (NPL) di bawah atau sama dengan 1%.
Hafid mengatakan kemungkinan besar DP 0% nantinya akan diberikan kepada pelanggan tertentu. Ini dilakukan untuk mengurangi tingkat risiko terhadap kredit macet sehingga keuangan perusahaan diyakini akan tetap sehat.
Dari pernyataan itu, kentara sekali perusahaan leasing tak mau menjadi pihak yang ketiban sial. Harus menampung risiko barang berlebih, plus risiko meningkatnya NPL di kemudian hari. Apalagi ditambah dengan risiko ekonomi 2019 yang penuh dengan turbulensi.
Kekhawatiran pihak multifinance sangat beralasan. Tengok apa yang dikatakan CEO Global Bank Dunia, Kristalina Georgiva. Dirinya menjelaskan, semakin meningkatnya gejolak di pasar keuangan negara berkembang akan mengancam upaya dunia dalam mengurangi kemiskinan
Dalam rilis tersebut, Bank Dunia juga menegaskan beberapa hal yang bisa menjadi rem bagi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Pengetatan biaya pinjaman yang lebih besar dapat menekan aliran modal masuk dan menyebabkan pertumbuhan yang lebih lambat di banyak pasar dan negara ekonomi berkembang.
Peningkatan utang pemerintah dan swasta di masa lalu juga bisa menaikkan kerentanan terhadap perubahan kondisi keuangan dan sentimen pasar. Selain juga mengintensifkan ketegangan perdagangan bisa semakin menekan pertumbuhan ekonomi dan mengganggu rantai nilai yang salin terhubung secara global.
Dalam rilis tersebut juga disebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bertahan pada 5,2%, sedangkan ekonomi Cina akan melambat, menjadi 6,2% dari 6,5% tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi Thailand juga akan melambat 3,8% pada 2019 ini. Adapun Amerika Serikat, yang saat ini tengah melakukan negosiasi dagang akibat konflik perdagangan dengan Cina, akan mengalami perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dari 2,9% tahun lalu menjadi 2,5% tahun ini.
Potensi stagnansi juga disampaikan secara tersirat oleh Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo. Bankir senior ini memprediksi kredit tahun depan akan stagnan. Penyebabnya tingginya loan to deposit ratio (LDR) yang menjadi indikasi ketatnya likuditas di perbankan.
Kartika mengatakan, likuiditas perbankan akan melonggar pada semester II/2019, setelah pemilihan presiden dan Hari Lebaran. Pada semester dua akan terjadi akselerasi penyaluran kredit.
“Rata-rata [pertumbuhan kredit tahun depan] 13-14%. Masih dua digit, tetapi mungkin agak rendah sedikit,” ujar Kartika di Jakarta, Rabu (5/12/2018).
Dirinya juga memperkirakan pada semester dua likuiditas akan bisa tumbuh di atas 8%. Salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan DPK karena faktor portofolio outflow banyak keluar dan mengurang likuiditas dalam negeri.
“Mungkin ini akan kembali tetapi berangsur-angsur, gak mungkin secara massive, mungkin baru setelah April balik cukup besar,” ujarnya.
Isi Peraturan
Dikutip CNBC Indonesia, Kamis (10/1/2019), dalam aturan tersebut, Bab IV menjabarkan tentang Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Pada pasal 20 tertuang mengenai DP yang diatur dengan korelasi tingkat rasio kredit macet [Non Performing Financing/NPF] perusahaan pembiayaan.
Berikut kutipan aturannya:
Perusahaan pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih rendah atau sama dengan 1% dapat menerapkan ketentuan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor kepada debitur sebagai berikut:
* Bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 0% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi, paling rendah 0% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan multiguna, paling rendah 0% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
Sementara itu, perusahaan pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 1% dan lebih rendah atau sama dengan 3% wajib menerapkan ketentuan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor kepada debitur sebagai berikut:
* Bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 10% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi, paling rendah 10% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan multiguna, paling rendah 10% dari harga jual kendaraan yang yang bersangkutan.
Perusahaan pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 3% dan lebih rendah atau sama dengan 5% wajib menerapkan ketentuan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor kepada debitur sebagai berikut:
* Bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi, paling rendah 15% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan multiguna, paling rendah 15% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
Perusahaan Pembiayaan yang tidak memenuhi tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih rendah atau sama dengan 5% wajib menerapkan ketentuan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor kepada debitur sebagai berikut:
* Bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 15% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi, paling rendah 15% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan multiguna paling rendah 20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
Perusahaan pembiayaan yang mempunyai nilai rasio NPF Neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih tinggi dari 5% wajib menerapkan ketentuan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor kepada debitur sebagai berikut:
* Bagi kendaraan bermotor roda dua atau tiga, paling rendah 20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi, paling rendah 20% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau
* Bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan multiguna, paling rendah 25% dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.
Kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk pembiayaan investasi harus memenuhi kriteria paling sedikit sebagai berikut:
- Merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang diterbitkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu.
- Diajukan oleh orang perseorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu dari pihak berwenang dan digunakan untuk kegiatan usaha yang relevan dengan izin usaha yang dimiliki.