Surabaya – Girder flyover tol Pasuruan-Probolinggo ambruk dan mengakibatkan 1 orang meninggal dan 2 orang mengalami luka. Diduga PT Waskita Karya dan vendor CV Pancang Sakti tidak melakukan standart operational procedure (SOP).
“Memang ada kekurangan-kekurangannya,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Setiadjit, Kamis (2/11/2017).
Disnakertrans Jatim bersama dengan Polda Jatim turun ke lokasi kejadian untuk melakukan investigasi bersama.
Disnakertrans mengecek tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Setiadjit mengatakan, tidak hanya PT Waskita Karya saya yang mengerjakan pembangunan proyek tersebut. Tapi juga disubkontraktorkan ke CV Pancang Langit, atau ada beberapa vendor lain.
“Waskita punya Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3). Waskita sudah menjalankan sistem manajemen K3. Tapi yang bekerja bukan orangnya Waskita Karya saja. Ada beberapa Vendor, subkontraktor yang bekerja misalnya CV Pancang Sakti,” katanya.
Ketika dilakukan investigasi di lapangan, CV Pancang langit tidak bisa menunjukkan surat izin pengujian alat berat crane. Dari 4 crane yang ada, CV Pancang Langit membawa 2 crane yang masing-masing memiliki kapasitas 250 ton dan 150 ton.
“Ketika dilakukan pengecekan oleh pengawas tenaga kerja, ternyata memang belum ada izin pengujian. Jadi, kalau crane alat angkut yang memiliki resiko tinggi, harus ada izin pengujian dari Disnaker provinsi atau pengawas ketenagkerjaan. Ternyata memang belum bisa menunjukkan,” terangnya.
Selain itu, ada kekurangan lainnya dalam melaksakan SOP keselamatan dan kesehatan kerja. Seperti, tidak ada kawat pelindung bagi pekerja di ketinggian.
“Pekerjaan di ketinggian, harus ada izin, ada kawat pelindung diri,” katanya.
Apakah operator alat berat crane tersebut memiliki surat izin operasi (SIO)? Setiadjit menjawab bahwa operator alat tersebut memiliki SIO dan berlaku sampai Tahun 2020.
“Tapi persoalannya, apakah dia mendapatkan SIO itu ada trainingnya atau tidak, ini masih kami telusuri,” terangnya.
Setiadjit menegaskan, sebelum kejadian ambruknya girder flyover di tol Pasuruan, Disnakertrans Jatim sudah berkirim surat ke pelaksana maupun operator proyek pembangunan tol tersebut.
“Sebelum kejadian, kami sudah berkirim surat ke Waskita. Setiap proyek kontruksi agar melakukan identifikasi bahaya dan pengendalian risiko (IBPR). Itu penting untuk mengetahui mana risiko tinggi dan mana yang tidak. Nyatanya surat kami tidak direspon,” jelasnya.
Ia menambahkan, proses investigasi yang dilakukannya tidak ingin menghambat pembangunan jalan tol. Tujuan investigasi yang dilakukan Disnakertrans adalah tidak ingin terjadi kecelakaan kerja yang menimbulkan korban jiwa, luka maupun kerugian material bagi pekerja maupun perusahaan.
“Urusan yang berkaitan dengan pidana, itu kewenangan dari kepolisian. Kami hanya melakukan upaya pencegahan dan jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi. Jangan sampai target pembangunan jalan tol terhambat dengan investigasi ini. Kami tidak henti-hentinya mengingatkan tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja,” tandasnya.
Setiadjit menambahkan, pihaknya sudah melakukan analisis terhadap penyebab kejadian ambruknya girder flyover tersebut. Hasilnya, sudah dilaporkan ke Gubernur Jatim dan Kementerian Tenaga Kerja.
“Hasilnya sudah saya sampaikan ke pak gubernur dan Kementerian Tenaga Kerja,” jelasnya sambil menambahkan, dirinya enggan menjelaskan hasil analisis tersebut.
(roi/iwd)