Madiun – Tidak pernah terbayang pasutri asal Madiun, ini melahirkan anak dengan kelainan genetik sejak lahir. Anak keduanya yang dilahirkan 1 Juli 2014 silam kelainan Cornelia de Lange Syndrome atau gangguan perkembangan yang mempengaruhi banyak bagian tubuh.
Selain mengalami kelainan Cornelia de Lange Syndrome, Ahmad Rifki Ariwikri, anak pasutri Kamini (45) dan Parsinem (42) warga Desa Tulung, Kecamatan Saradan, ini mengalami jantung bocor dan hernia.
“Ini jantungnya juga bocor, tiga milimeter. Dulu kata dokter udia 2 tahun menutup sendiri tspi sampai usis 3 tahun belum menutup,” kata Parsinem sambil menggendong Ahmad Rifki saat ditemui detikcom di rumahnya, Selasa (7/11/2017).
Di usianya 3 tahun, berat badan Ahmad hanya 5,1 kg. Padahal berat normal pada balita usia 3 tahun, antara 10 kg-12 kg.
“Beratnya cuma 5,1 kg di usia 3 tahun ini mas. Normalnya antara 10 hingga 12 kg. Jadi kecil sekali,” tambah Parsinem.
Kelainan lain yang dialami Ahmad tak hanya berhenti di situ saja. Karena gangguan perkembangan, jari-jari tangannya juga tidak tumbuh sempurna. Jari tangan kanannya hanya memiliki satu jari yakni telunjuk. Sedangkan jari tangan kirinya hanya memiliki jempol dan telunjuk. Di lengannya juga tumbuh daging kecil.
Ibu dua anak ini menuturkan, dari keterangan dokter penyakit anaknya termasuk langka. Padahal tidak ada gejala aneh selama mengandung 9 bulan, hingga melahirkan secara normal 1 Juli 2014 silam.
“Ini kelainan sejak lahir begini cacat. Kata dokter langka penyakitnya, padahal usia kandungan saat lahir juga normal 9 bulan. Tidak ada tanda kelainan waktu hamil,” tuturnya sambil memberi susu botol ke Ahmad Rifki.
Selama ini dari pengakuan Parsinem, jika ada tamu yang belum dikenal, Ahmad selalu menangis. Air mata keluar dari balik bulu matanya yang tampak panjang dan lentik di bawah alis matanya tampak menyambung jadi satu.
“Ngeten niki nangis loh mas menawi wonten tamu dereng kenal. Gantian kaleh kulo ingkang momong, yang artinya (Begini menangis mas, kalau ada tamu yang belum kenal, bergantian saya yang momong),” kata Kaseni, nenek Ahmad Rifki dengan Bahasa Jawa.
Dia mengisahkan saat melahirkan anak keduanya tersebut. Suami dan perawat yang menolong persalinan sempat menyembunyikan kelainan pada anaknya, karena khawatir shock.
“Waktu itu 10 hari setelah anak saya ini lahir, baru saya dikabari kondisinya. Perawatnya tidak ingin saya kaget, jadi anak saya ini langsung dibawa perawat begitu dilahirkan,” katanya mengenang.
Setelah itu, jelas Parsinem, perawat memberitahukan jika anaknya harus dirujuk ke RSU dr Soetomo Surabaya.
(fat/fat)