Surabaya – Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengajak masyarakat, untuk bangga dan cinta menjadi warga negara Indonesia.
“Kenapa kita harus bangga dan cinta Indonesia. Karena, setiap malam kita sujud di bumi Indonesia. Kita mencari nafkah di bumi Indonesia. Suatu saat nanti kita mati, juga dimakamkan di Indonesia. Masak nggak cinta dan bersyukur terhadap bangsa Indonesia,” kata M Nuh saat memberikan sambutan di sela Seminar Nasional dan Launching Pusat pengembangan masyarakat dan peradaban Islam (PPMPI), Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), di Surabaya, Sabtu (16/12/2017).
“Aneh kalau sujud di Indonesia. Beranak-pinak di Indonesia. Meninggalnya pun di Indonesia. Kok nggak cinta dengan Indonesia, eman temen (sangat disayangkan),” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, M Nuh yang juga Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (Yarsis) ini menerangkan, Unusa ingin betul menjadi atau berperan sebagai mesin keilmuan, produksi ilmu.
“Jadi bukan hanya melaksanakan, tidak hanya mengajarkan, tapi menjadi mesin ilmu. Oleh karena itu, kita buat satu pusat yang sifatnya interdisipliner, tidak hanya bidang satu tapi beragam bidang, yaitu terkait dengan peradaban,” terangnya.
Katanya, peradaban modern sekarang ini yang mengemuka antara lain, ekstremitas. “Kita nggak ingin melihat ekstrimitas dari perspektif keagamaan semata, itu yang selama ini dipakai. Tapi kita melihat dari dimensi yang lain yaitu, dimensi sosial, dimensi psikologi,” tuturnya.
Psikologi itu berkaitan dengan perorangan. Kenapa orang itu menjadi ekstrem. “Itu tinjauan personalnya seperti apa, psikologinya kayak apa. Kedua, orang ini kan hidupnya di komunitas. Kita pun ingin melihat pengaruh sosial, terhadap pembentukan ekstremitas, baik ekstremitas skala nasional maupun skala komuniti atau kelompok,” katanya.
Ia mengatakan, pada tahun pertama ini, dilakukan pengkajian, dengan melibatkan para ahlinya.
“Sehingga pada Tahun 2018 kita harapkan keluar semacam rekomendasi tentang ekstremitas dari perspektif psikologi dan perspektif sosial,” tandasnya.