Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan mengumumkan nama peserta Pilkada serentak 2018 yang terindikasi korupsi. Calon kepala daerah yang diduga terlibat korupsi akan diumumkan setelah melalui gelar perkara atau ekspose diputuskan untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkannya sebagai tersangka.
“Intinya untuk mengumumkan itu perlu ekspose dulu, tapi bukan berarti sudah ekspose ada tersangka kok belum diumumkan, tergantung ekposesnya,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dikonfirmasi, Kamis (8/3).
Saut menyatakan, dalam gelar perkara tersebut bakal ada penetapan tersangka jika bukti permulaan yang cukup telah terpenuhi. Namun, jika bukti belum cukup dan masih dalam penyelidikan, KPK tidak boleh menyebut nama seseorang.
“Walau di situ sudah ada minimal dua bukti namun menegaskan status tersangka seseorang sampai kita firm ada peristiwa lalu sampai KPK mengumumkannya secara resmi,” ujar Saut.
Saut masih enggan merinci daerah mana saja yang pemilihan kepala daerahnya diikuti oleh kontestan yang terindikasi korupsi. Saut menegaskan, pihaknya tidak dapat mengungkap calon kepala daerah tersebut sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
“Kalau wilayah tentu kita belum bisa sebutkan di wilayah mana dan berapa, sebab tentu pertanyanya berikutnya siapa ,dan seterusnya. Selama masih berproses sebelum penyidikan tentu kita belum bisa ungkap,” katanya.
Sebelumnya, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengungkap terdapat sejumlah daerah yang terindikasi korupsi. Bahkan, Agus meyakini calon kepala daerah tersebut bakal ditetapkan sebagai tersangka. Saut menekankan, pernyataan Agus tersebut sebagai bentuk ultimatum. Saut berharap pesan tersebut kepasa pihak bersangkutan dan menghentikan prilaku korupnya.
“Apa yang disampaikan oleh Pak Agus lebih kepada mengirim pesan agar semua potensi calon yang ada agar perilaku korup dihentikan sekarang juga,” tegas Saut.
Saut menegaskan, KPK sebagai lembaga ingin menjaga jalannya Pilkada serentak yang merupakan wujud. Dengan demikian, para kepala daerah yang dipilih dari Pilkada serentak ini berkualitas dan berintegritas. Dampak selanjutnya, dapat mengerek Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang tahun ini stagnan pada skor 37 dari angka tertinggi 100.
“Kita sepakat hasil Pilkada harus berkualitas dan berintegritas sebab sebagaimana Indeks Persepsi Korupsi yang baru diumumkan di mana Indonesia stagnan di angka 37 itu termasuk penilaian apakah Indonesia sudah melaksanakan demokrasi atau proses pemilu yang berintegritas,” katanya.
Sumber: Berita Satu