SURYAMALANG.COM, SURABAYA – Pergaulan bebas hingga pelecehan seksual kerap terjadi pada anak-anak.
Guna mengantisipasi hal itu, lima mahasiswa Ilmu Kesehatan dan Arsitektur Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya mengajarkan pendidikan seks pada anak-anak.
Mereka memainkan teater dari boneka limbah kain perca pada panggung kecil dan diberi nama program Boneka Limbah Cerdas (Nelida).
Lima mahasiswa terdiri dari Erica Ayu Damayanti (21), Marta Kusuma Putri (21), Juditfa Fauziah (21), Fatma Aula Nursifah (21) dan Salman Alfarizi (21) memilih siswa SD Muhammadiyah 9 Surabaya sebagai penerapan proyek yang juga Program Kreatifitas Mahasiswa.
Erica, ketua tim mengungkapkan, SDM 9 Surabaya dipilih karena lokasinya berdekatan dengan tempat pacaran anak-anak muda di Surabaya. Seperti jembatan Surabaya dan Kenjeran, sayangnya hal ini dirasa cukup negatif.
Program Nelida ini merupakan sarana edukasi sebagai upaya untuk mencegah kekerasan dan penyimpangan seksual pada anak SD agar anak-anak tahu apa sih yang boleh disentuh oleh lawan jenis serta perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan
“Anak pacaran di kawasan tersebut terkenal dengan tindakan tidak senonoh, mereka bisa saja pelukan pegangan tangan di tempat umum. Maka anak-anak SD yang terpapar pemandangan seperti ini perlu diedukasi,”urainya.
Proyek yang berjalan selama lima bulan ini mereka awali dengan membuat boneka dari kain perca. Boneka dibuat berdasarkan karakter dalam cerita rakyat “Timun Mas”.
Kemudian lima siswa dan lima guru selama sebulan diedukasi terkait cerita rakyat yang dimodifikasi dengan sex edukasi.
“Kami selipkan cerita tentang bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh agar mereka terhindar dari pelecehan seksual,”urainya.
Marta menambahkan, guru-guru juga dikenalkan pada modul pembelajaran yang disusun dalam menerapkan Nelida ini.
Marta menjelaskan, limbah kain perca mereka gunakan sebagai bahan utama untuk menciptakan boneka. Karena selama ini tidak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat. Limbah kain perca di konveksi hanya untuk dibakar dan bisa membuat pemanasan global.
Juditfa Fauziah menambahkan sebelum mengedukasi anak SD lewat pertunjukan teater boneka terseut, ia dan tim melakukan tes kepada anak-anak.
“Awalnya kita melakukan tes, tapi mereka kurang memahami. Akhirnya kami buat teater boneka yang membuat pengetahuan mereka bertambah. Ternyata sangat efektif. Mereka akhirnya bilang bahwa kamu tidak boleh memegang salah satu bagian tubuh, bukan muhrim,” tuturnya.
Dia berharap, dengan PKM yang mereka buat, masyarakat di Surabaya lebih peduli terhadap kekerasan yang dialami anak-anak. Selain itu, anak-anak bisa mencegah kekerasan seksual yang akan mereka alami.
Sementara itu Rektor UMS Dr Sukadiono bersyukur karena banyak PKM UMS yang lolos dan terdanai Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
“Mahasiswa semakin memiliki kemampuan untuk berkarya dan berinovasi. Ini merupakan komitmen kami kepada masyarakat melalui inovasi yang bisa dirasakan masyarakat secara langsung,” tuturnya.