Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan pemimpin parpol, tokoh agama dan lainnya selama ini terjalin cukup baik. Hal itu menjadi modal kuat bagi Jokowi untuk maju di Pilpres 2019.
“Seperti hari ini Pak Jokowi bertemu dengan ketua umum Golkar Mas Airlangga di Istana Bogor. Hubungan baik seperti itu juga sudah dilakukan kepada ketum parpol lain seperti Ibu Megawati, pak Surya Paloh, Muhaimin, Romy, Hari Tanoe, Oso dan lainnya,” ujar Maruarar menanggapi pertemuan antara Jokowi dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Istana Bogor, Sabtu (24/3).
Menurut Ara, selama ini Jokowi selalu menjalin komunikasi dengan ketua umum parpol dan tokoh agama lainnya. Hal itu tidak hanya dilakukan menjelang Pilpres 2019.
Kata Ara, sapaan akrab Maruarar, hal itu sesuai dengan jargon pada Pilpres 2014 bahwa Jokowi adalah Kita. Jokowi juga selama kurang empat tahun ini menjalankan pemerintahan mampu mengandalikan situai politik dalam negeri.
“Jokowi terbukti mampu menjalankan visinya membangun infrastruktur di seluruh nusantara,” katanya.
Terkait dengan kriteria pendamping Jokowi di Pilpres 2019, Anggota Komisi XI DPR RI itu menyebut empat kriteria Pendamping Jokowi pada Pilpres 2019. Pertama adalah harus sosok yang mampu mendongkrak elektabilitas.
“Kalau Jokowi posisinya tidak aman secara elektabilitas, dia mungkin dengan wakil yang bisa meningkatkan dalam elektabilitas. Karena menang itu dalam politik penting, selain apa manfaat menang,” kata Ara.
Kriteria kedua, faktor kecocokan dan kenyamanan Jokowi dengan calon wakilnya akan dijadikan sebagai pertimbangan. Bagi PDIP, kenyamanan adalah faktor terpenting dalam bekerja.
Menurutnya, bisa bekerja sama, saling menghargai, saling mendukung seperti sekarang dengan Pak JK cukup nyaman. Saling mendukung dalam pemerintahan disebutkannya sangat penting sekali.
“Bagaimana kita mau mengurus banyak hal kalau dengan wakil saja dia tidak merasa nyaman, aman, tenang?” Katanya.
Ketiga, calon wakil Jokowi harus memiliki dua faktor di atas, yakni elektabilitas dan nama baik. Tujuannya, tentu saja agar berdampak secara elektoral.
Keempat, Maruarar menyebut, bergantung dengan konsep Jokowi dalam mencari cawapres, yaitu apakah sosok tersebut hanya diproyeksikan mendampingi dirinya sampai di pemerintahan 2024, atau justru sampai ke visi pemerintahan jangka panjang.
“Apakah dia mencari wakil yang bersama-sama sampai 2024, ataukah dia berpikir visi jauh ke depan bahwa akhirnya bisa meneruskan tongkat estafet yang tentu bagaimana melanjutkan infrastruktur dan sebagainya,” katanya.
Sumber: Berita Satu