Kenaikan tarif tiket pesawat masih menjadi polemik. Masyarakat mengeluh harga tiket transportasi udara kini cenderung melambung sejak akhir tahun lalu. Salah satu maskapai yang disoroti dari polemik ini adalah Garuda Indonesia.
Menanggapi tudingan tersebut, manajemen Garuda mengklarifikasi bahwa harga yang saat ini ditawarkan sudah sesuai dengan aturan Tarif Batas Atas (TBA) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Bukan (kenaikan harga). Harga kita sesuai (dengan aturan TBA). Enggak ada kenaikan. Kemarin masyarakat sudah merasakan di harga terlalu rendah. Nah itu yang kemarin mispersepsi di proses pemasaran kami ke masyarakat,” ungkap Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah di Kantor Pusat Garuda Indonesia, Kompleks Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Jumat (29/3).
Pikri mengungkapkan, mispersepsi soal harga tiket pesawat ini terjadi akibat kondisi industri penerbangan di masa lalu.
Menurutnya, lima tahun yang lalu, industri aviasi mengalami over supply penerbangan. Akibatnya semua maskapai saling berebut market. Hal yang paling mungkin dilakukan saat itu adalah memberikan diskon untuk menarik hati penumpang.
Tak tanggung-tanggung, maskapai banting harga dan menjual tiket hanya 50-60 persen dari TBA. Persaingan ketat ini pun berlangsung selama bertahun-tahun. Akibatnya, harga diskon tersebut dianggap sebagai harga normal oleh masyarakat.
Kini industri penerbangan tengah berbenah. Maskapai mulai kembali merujuk pada PM 14/2016 untuk sistem penentuan harga tiket.
Dalam beleid tersebut ditetapkan untuk maskapai full service seperti Garuda Indonesia, harga tiket dijual 100 persen dari TBA. Sedangkan untuk medium class, setinggi-tingginya 90 persen dari TBA dan untuk LCC setinggi-tingginya 85 persen dari TBA. Informasi mengenai TBA inilah yang menurut Pikri tidak pernah sampai ke masyarakat secara utuh.
Menurut Pikri, penyesuaian harga tiket pesawat ini juga ditujukan untuk menyehatkan industri secara keseluruhan.
“Ketika sekarang airlines berbenah, Garuda yang mempelopori sebagai price leader, enggak mau lagi perang tarif. Karena bintang lima, best cabin crew, pesawatnya baru, masa harus bersaing sama LCC? Enggak bisa dan enggak boleh. Itu akan mematikan industri,” tegasnya.
© Disediakan oleh PT. Dynamo Media Network CEO Lion Air Rudy Lumingkewas (kiri ke kanan) dalam konpers harga tiket pesawat di Restoran Batik Kuring, SCBD, Jakarta, Minggu (13/1). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Itu enggak adil di pasar,” ujarnya.
Untuk itu, Pikri mengatakan, polemik yang terjadi saat ini sejatinya adalah mispersepsi yang terjadi di masyarakat. Secara psikologis masyarakat sudah terbiasa dengan harga diskon.
“Iya (masalah psikologis). Udah biasa murah. Harusnya memang mahal,” tandasnya.