JAKARTA – Nilai tukar Rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat. Hingga siang ini, Rupiah masih berada di level Rp15.021-an per USD.
Menanggapi hal tersebut Ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, Rupiah diproyeksi bergerak pada Rp14.950 per USD-Rp15.060 per USD bahkan hingga akhir tahun nanti masih terus bergerak hingga ke level Rp15.200 per USD.
“Sampai akhir tahun bisa bergerak di 15.200,” ujarnya singkat, Selasa (2/10/2018. Bhima mengungkapkan pelemahan Rupiah dikarenakan faktor domestik dan global.
“Faktor global dan domestik sama-sama mendominasi pergerakan rupiah pekan depan. Kenaikan harga minyak mentah hingga USD85 per barel atau melonjak 28% (ytd) disebabkan oleh berkurangnya pasokan paska boikot minyak Iran yang diserukan Trump,” katanya.
Bagi negara net importir minyak seperti Indonesia, lanjut Bhima naiknya harga minyak dapat menyebabkan defisit migas yang semakin lebar. Permintaan dollar secara alamiah akan terus meningkat. Wacana kenaikan harga BBM pun menjadi momok inflasi hingga akhir tahun 2018.
“Kondisi eksternal diperparah oleh deadlock anggaran belanja pemerintah Italia. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan di daerah Uni Eropa paska krisis utang tahun 2013 lalu. Ditambah ketidakpastian Brexit di bawah pemerintahan Theresa May menimbulkan pelemahan Euro terhadap USD sebesar 1,29% seminggu terakhir,” katanya.