Banyuwangi –
Petani buah naga di Banyuwangi kembali sumringah. Harga buah naga di pasaran semakin merangkak naik.
Sebelumnya, imbas dari musim hujan, harga buah naga merosot hingga Rp 2 ribu perkilogram. Kini, harga jual buah dari kaktus ini semakin naik mencapai Rp 7 ribu per kilogram.
“Sudah mulai naik. Kami sempat tidak memanen buah naga. Karena harganya hancur,” ujar Hariyanto, salh satu petani buah naga di Dusun Ringinmulyo, Desa/Kecamatan Pesanggaran, kepada detikcom, Kamis (14/12/2017).
Diakui Hariyanto, bulan Desember ini memang awal musim panen raya. Tapi, harga mulai naik lumayan tinggi dibandingkan tahun lalu. “Desember hingga Januari masa panen raya buah naga alami, tanpa bantuan listrik. Harganya tidak bisa melambung. Kami malah khawatir akan turun lagi,” tambahnya.
“Kalau sebelumnya harga Rp 2000, kami bangkrut. Modalnya tidak cukup. Idealnya, harga buah naga minimal Rp 6000 hingga Rp 7000 per kilogram. Jika di bawah itu, petani dipastikan merugi,” tambahnya.
Dia berharap harga buah naga akan tetap stabil. Sampai saat ini, permintaan pasar ke luar daerah terus mengalir. Dia mengaku kerap mengirim buah naga ke beberapa daerah, seperti Tulungagung, Blitar hingga Surabaya.
Ketika panen raya, setiap hektar bisa panen minimal 2 ton. Namun, petani kerap mengeluh lantaran harga buah yang tidak menentu. Tahun lalu, harga paling rendah paling murah sekitar Rp 4000 per kilogram. Padahal, imbuh Hariyanto, biaya tanam buah naga tak sedikit. Biaya pupuk rata-rata menghabiskan Rp 1,5 juta per hektar. Belum lagi penyemprotan untuk mengantisipasi hama cacar yang kerap menyerang buah naga.
Hariyanto bercerita, untuk menggenjot hasil panen diluar musim, petani kerap kali menggunakan metode penerangan dengan lampu. Sepanjang malam, pohon buah naga diterangi lampu, sebagai pengganti sinar matahari. Namun biaya menggunakan metode lampu ini cukup mahal. Per hektar bisa menghabiskan biaya hingga Rp 40 juta. Tapi, kalau panen pakai lampu, harga buah naga cenderung mahal. Bisa tembus Rp 20.000 hingga Rp 22.000 per kilogram, ujarnya.
“Kalau pakai metode lampu agar berbuah sepanjang tahun dan di luar musim semakin mahal biayanya. Tapi harga juga akan mahal pula. Tapi hasil panen juga bisa dua kali lipat dibanding tanpa lampu,” tambahnya.
Hariyanto menambahkan buah naga menjadi produk unggulan di desanya. Sebab, dibanding daerah lain, buah naga dari desa setempat kualitasnya lebih bagus. Justru, lahan setempat kurang baik jika ditanami padi atau palawija lain. Kondisi ini membuat para petani memilih menanam buah naga karena masih menjanjikan.
(iwd/iwd)