Mojokerto – Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan gratifikasi terhadap tiga pimpinan DPRD. Namun, Mas’ud menampik keterlibatan dirinya dalam kasus ini.
Setelah sempat seharian menghilang dari kantornya, Mas’ud pagi ini menampakkan diri. Pejabat yang akrab disapa Yai Ud ini melepas ribuan peserta jalan sehat HUT Korpri di depan kantor Pemkot Mojokerto, Jalan Gajah Mada. Didampingi sang istri Siti Aisyah, wajah Mas’ud tampak lelah.
“Saya pada hari Rabu (22/11/2017) siang telah menerima surat pemberitahuan untuk status saya sebagai tersangka. Saya akan menunggu proses lebih lanjut dari KPK,” kata Mas’ud kepada wartawan usai melepas peserta jalan sehat, Jumat (24/11/2017).
Pada kesempatan ini, Mas’ud juga menjelaskan alasan dirinya absen, Kamis (23/11/2017). Sempat dikabarkan menjalani pemeriksaan oleh KPK di Rutan Klas I Surabaya, Mas’ud ternyata sibuk menemui pengacaranya.
Baca Juga: Baca Juga: Wali Kota Mojokerto Dikabarkan Jadi Tersangka oleh KPK
“Saya sudah menunjuk pengacara, oleh karena itu kemarin saya tidak masuk karena harus bertemu dengan pengacara, dari Surabaya,” ujarnya.
Mas’ud ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 17 November 2017. Dia diduga terlibat dalam kasus gratifikasi tiga pimpinan dewan yang dilakukan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto untuk memuluskan pembahasan P APBD TA 2017.
Nama Mas’ud tercatut berdasarkan bukti dan keterangan saksi dalam persidangan dengan terdakwa Wiwiet di Pengadilan Tipikor Surabaya. Mas’ud sendiri mengaku beberapa kali dimintai keterangan dalam persidangan tersebut.
“Saya dipanggil dalam persidangan kaitannya dengan rekaman itu (pembicaraan dirinya dengan Wiwiet) sama beberapa saksi yang menunjukkan adanya pertemuan dengan saya. Tanggal 5 Juni (2017) yang lalu pimpinan DPRD bertemu saya menagih fee Jasmas, kemudian saya arahkan ke Dinas PU,” terangnya.
Baca Juga: Baca Juga: KPK Tetapkan Wali Kota Mojokerto sebagai Tersangka
Kendati begitu, Mas’ud tetap menampik keterlibatannya dalam kasus ini. “Ya memang begitu lah (tidak terlibat). Saya tidak pernah memberikan perintah, tidak pernah memberikan janji kepada dewan. Itu fakta persidangan, tapi nampaknya keterangan saya itu terabaikan di dalam fakta persidangan,” ungkapnya.
“Ya sudahlah, itu proses hukum yang kami lakukan. Sebab keyakinan hakim itu lebih tertuju pada rekaman saudara Wiwiet yang bicara dengan saya, yang merekam tanpa sepengetahuan saya,” imbuhnya.
Disinggung kemungkinan dirinya akan menempuh upaya praperadilan, Mas’ud memilih akan lebih dulu berkonsultasi dengan kuasa hukumnya. “Itu (praperadilan) nanti saya akan berkonsultasi dengan kuasa hukum saya,” tandasnya.
Wiwiet terkena OTT yang dilakukan KPK pada Jumat (16/6/2017) malam di Kota Mojokerto. Selain itu, petugas dari lembaga antirasuah ini juga meringkus tiga politisi yang saat itu menjabat pimpinan DPRD Kota Mojokerto. Mereka adalah mantan Ketua DPRD dari Fraksi PDIP Purnomo, mantan Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PAN Umar Faruq dan mantan Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Abdullah Fanani.
Dalam OTT itu, KPK juga menyita uang Rp 470 juta yang digunakan Wiwiet untuk menyuap ketiga pimpinan dewan. Kadis PUPR itu dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, Wiwiet mengajukan banding.
(fat/fat)